Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Rindu Itu Rasa, Bukan Sekedar Kata-Kata

Gambar
Masih terekam dengan jelas, bagaimana perpisahan sementara ini kita mulai. Di beranda Fakultas Teknik Universitas Khairun kala itu, kita sama-sama sepakat untuk saling melepas genggam yang sudah erat, mengalihkan pandang yang sudah kian terpadu satu dan mengucapkan ikrar untuk selalu saling mendoakan apapun keadaannya. Aku menatap punggung tegapmu dengan mata yang sedikit terhiasi oleh nanarnya airmata. Jelas, hatiku tak kuasa menerima kenyataan bahwa kini sudah waktunya bagi kita saling mendewasa dan mempercayakan segalanya sekalipun jarak yang terang-terangan berkuasa. Dari sinilah semuanya bermula, aku merasakan apa itu Rindu.... Katanya, sekarang jarak bukanlah penghalang. Aku tidak sepakat dengan itu. Sekalipun, kini aku sudah lihai menggunakan handphone beserta media sosial yang ada dan kita sering bercakap lewat media itu. Tetap saja, untuk urusan Rindu, penawarnya memang hanya satu, yakni temu. Aku boleh saja menuliskan beragam kata perihal rindu di semua media sosial yang

Kepada Hatimu yang Kian Meneduhkan

Gambar
Aku sudah mendekati seperempat abad usia yang dianugerahkan oleh Sang Maha. Pada dekade kedua yang tak bisa lagi dikatakan sebagai remaja melainkan awal dewasa. Menata hati dan diri adalah tugas hidup yang kian aku lakukan tanpa mengenal ampun. Sebab, begitulah hidup memintaku untuk bertanggungjawab padanya. Perihal hati, Tuhan menyuguhkan begitu banyak kisah yang tak berhak aku abaikan, sebab semuanya punya hak untuk diabadikan tanpa mengenal kata kecuali.... Tapi nampaknya semesta sepertinya hanya ingin aku memahami tentang sebuah nama yang sudah dekat dan penuh setia menemaniku tanpa keluh. Entahlah, bagaimana semesta sampai begitu memoles hatinya dengan begitu manis, aku tak bisa mengerti itu. Tapi, harus diakui bahwa yang lain tak pernah mampu mendekati posisimu pada hatiku. Entah apapun itu, dirimu begitu istimewa. Apalagi dirimu sangatlah sederhana... Hatimu yang lapang, buatku tak kuasa untuk membiarkan luka itu terpampang di sana. Aku hanya mau dirimu bahagia, sama pers

Padamu, Yang Hatinya Tuhan Mudahkan Menujuku

Gambar
Untukmu yang tak sekedar menepati janji, tetapi juga memberikan bukti bahwa cinta yang paling baik adalah cinta yang berlabuh di ikrar suci pernikahan. Aku tak menyangka bila dirimu sanggup menyanggupi ini. Dengan ini, aku bisa menyakini hatiku bahwa kau adalah yang terbaik dari yang pernah ada. Aku tahu ini bukan perihal yang mudah sebab aku memahami dengan pasti bahwa banyak hati yang selalu layak untuk dirimu pilih. Aku menulis ini dengan sepenuh hati dan gemuruh dada yang tidak menentu. Terlalu bahagia, mungkin itulah kata yang pantas aku katakan, saat dirimu dengan tegas menjatuhkan pilihan itu padaku. Padamu, yang hatinya Tuhan mudahkan menujuku, aku ingin berterimakasih, Sebab, ini bukan pekerjaan yang mudah dan aku tahu banyak hal yang harus dirimu sepakati dengan hatimu sendiri. Aku memahami itu dengan begitu baik. Bagiku, apa yang telah dirimu lakukan adalah sebuah penghormatan hati yang akhirnya tidak layak terbagi pada siapapun. Aku tahu beginilah caramu mengistimew

Kepadamu, Hatiku Memilih Untuk Pulang

Gambar
Waktu kian bertandang tanpa peduli, hingga akhirnya aku kembali pada sekian kenangan yang telah lama aku hempaskan dari hidupku. Tak ingin lagi mengingat apapun, terutama segalanya tentangmu. Itu merepotkan bagiku. Aku berulang kali menghela nafas kala ingatanku terbawa melayang kesana-kemari tak menentu kala mataku dengan jelas membidik senyuman itu di bibir mungilmu. Barangkali, begitulah cinta harus menyerahkan dirinya sekali lagi setelah sekian lama menyombongkan diri untuk membela bhwa perih itu sudah tak lagi membekas. Namun nyatanya, perih itu masih ada, bahkan begitu jelas sama seperti sediakala. Entahlah, ini takdir yang terlalu lucu atau memang Tuhan sedang menguji perihal kekeras kepalaanku tentangmu. Menyatakan dengan lantang bahwa hati ini tak akan luluh pada semua retrorikanya yang begitu penuh bualan itu. Tapi, ternyata aku lupa bahwa ini adalah urusan rasa yang langung kepada hati. Bagaimana bisa aku menentang hatiku sendiri dengan alasan kompromi akan isi kepala